First Trip of the (Failed) Backpackers!

by - Sunday, December 25, 2011
Jadi hari Kamis lalu tiba-tiba aja aku, Pungky, Shiro dan Riri memutuskan buat jadi backpacker dadakan, ke.... Solo. Iya cuma ke Solo. Namanya juga backpacker amatir, jadi ya nyoba yang deket-deket dulu hehe.
Sebenernya kalo mau dibilang dadakan ya enggak juga sih. Soalnya kita emang udah rencana jalan-jalan bareng ke Solo udah dari jauh-jauh hari dan naik mobil bukannya naik kereta. Tapi karena something happened 10 hours before the trip's started akhirnya setelah melewati kerempongan yang sedemikian rupa, akhirnya ya keputusan final: backpacking dan naik kereta ekonomi Pramex (Prambanan Express). Awalnya partisipannya (ceileeeeh partisipan) ada 8 orang (4 cowo, 4 cewe) lalu berkurang jadi 4 cewek semua. Tau kenapa? Itu cowok-cowok pada males masa kalo naik kereta, maunya naik mobil aja. Manja! Makanya mereka gak jadi ikut.

Sebagai wanita-wanita kuat dan pemberani, kita prepare kilat buat keesokan hari. Sebenernya tujuan utama kita ke Solo itu.... beli kain. Iya kain. Soalnya kalo nyari kain di BTC (Beteng Trade Center, semacam Pasar Beringharjo-nya Solo) itu lebih komplit dan banyak variasinya, dan tentunya harganya lebih murah dong asal kita pinter nawar!

Tapi, pas nyampe Stasiun Tugu dan habis beli tiket aja kita udah bikin kesalahan dengan beli tiket yang umum, tanpa tempat duduk alias berdiri! OMG. Dan kenapa Shiro juga gak ngingetin. Oke, kita masih menghadapinya dengan positif dan menyemangati diri kalo it's okay if we don't get the seat, pokoknya pas pulang harus naik Madiun Jaya yang full AC dan beli tiket yang seated. Sip.
Dan ternyata kita tidak sekuat yang dibayangkan. Berdiri satu jam di kereta dan menggendong backpack yang seberat karung beras berisi kamera, payung, snack, air mineral dsb bikin kita cukup kewer. Ohya sebenernya kita gak sepaham itu dengan daerah jalanan di Solo. Ya kalo aku pribadi, biasanya ke Solo naik mobil sama keluarga dan itupun cuma ke rumah sodara dan ujung-ujungnya main ke Grand Mall. Udah. Jadiiiiiii untuk mengakalinya, I had prepared a so-called guide yang akan memandu perjalanan kita selama di Solo. Hahaha dia adalah..... Faizal. Iya, dia kan aslinya orang Solo gitu, jadi resmilah dia jadi pemandu kita via WhatsApp.

Keluar dari Stasiun Purwosari, kita langsung cari makan siang di deket sana, yaitu di Dapur Solo. Habis itu kita langsung cari shelter Batik Solo Trans dan capcus ke Beteng, ya karena emang tujuan utama kita kesana. Setelah puter-puter cari kain macem-macem selama kurang lebih 2 jam kita memutuskan beli es krim di Kusuma Sari. Tau kan? Ya pasti tau dong, ini restoran dari jaman kite-kite kecil emang udah terkenal banget. Dan sebenernya es krim dan makanan disin gak begitu mahal, tapi karena status kita saat itu adalah backpackers, so we might consider this as our second fault as the backpackers.

Udah kan tuh ngadem di Kusuma Sari. And our next destination was Serabi Notosuman. But none of us remembered which way to take to get there! Bingung kesananya naik apa, niatnya sih kalo gak naik angkot ya naik becak (inget, kita ini backpackers jadi say NO for taxi!). Nah gara-gara si Pungky nih, dia tiba-tiba aja bilang, "Udah kali, gak papa jalan kaki, deket kok, aku inget tempatnya." Tapi sebagai seseorang yang hampir tiap hari melanglangbuana bersama dia dan tau benar instinct dia dalam hal nyari jalan and stuffs itu bener-bener minus, aku rada ragu buat mengiyakan saran dia. Tapi apa boleh di kata, karena begitu membaranya jiwa petualang kita ya kita capcus ke Notosuman JALAN KAKI. Saya ulang dan perjelas, JALAN KAKI DI SIANG HARI YANG PANASNYA MUNGKIN BISA NYAMPE 39º. Udah gitu salah jalan pulak! Untungnya orang Solo ramah-ramah, jadi kita gak usah segan kalo tanya jalan sama mereka.

And after having 30 minutes walk in an extremely hot day which almost burnt out our spirit and soul (okay, agak lebay), kita akhirnya nyampe juga di Notosuman. Tepatnya di Serabi Notosuman Ny. Handayani. Dan karena itu udah agak sore (sekitar jam setengah tiga-an), and because we needed to catch the 4PM flight, eh train, I meant, jadi kita buru-buru nyari angkot buat balik ke stasiun. Dan untuk dapet angkotnya kita masih harus jalan sekitar 500 meter ke Pasar Singosaren dulu. Mamaaaaaak ~_~ SEMANGAT! TETAP SEMANGAT! :')
Singkat cerita, kita dapet angkot and spent 20 minutes muter-muter kota Solo di dalem angkot yang sejuk dan akhirnya sampailah di Stasiun Purwosari. Niat awal kita pulang kan bakal naik Madiun Jaya yang full AC tuh, ternyata last train ke Jogja via Madiun Jaya itu jam 14:00. Sial!!!!! Akhirnya kita tetep naik Pramex dan beli tiket umum tapi rebutan. Iya rebutan. Jadi kita bisa aja beruntung langsung dapet seat atau agak kurang beruntung dan berdiri lagi.

Guess which ones were we? The unlucky ones.
Iye kita gak dapet seat dan terpaksa berdiri lagi. Dan kita baru bisa duduk enak pas udah nyampe Stasiun Maguwo. Ohlalala.... Disuyukuri sajalah :')


 We arrived hometown just right when the sun is set.

Last, walopun kita belom seahli itu buat jadi backpackers, but later kita bakal jalan-jalan dan have so many trips around the world, TOGETHER! (sebenernya ini mimpi saya dan Shiro doang, sih hehe). We'll keep on dreaming until our main aim is reached ;)

Photos taken with Nikon D5000.

R!

Principle

by - Tuesday, December 20, 2011
Kemaren sore temen saya Rifia (@arifianindita) nge-retweet salah satu tweet orang dan tweetnya captured my eyes in a second, "Kisah nyata ketika Sri Sultan HB IX terkena tilang di Kota Pekalongan"  and the person provided it with the link as well. Langsung aja kan aku buka linknya saking penasarannya. Dan setelah baca emang bener-bener must read ini! Langsung aja aku kutip ya dari sini.

Kota Batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis. Pukul setengah enam pagi, polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas Pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.
Becak dan delman amat dominan masa itu, persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman. Brigadir Royadin memandang dari kejauhan, sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan di tepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti di hadapannya.
Saat mobil menepi, Brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.
"Selamat pagi!" Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna. "Boleh ditunjukan rebuwes!" Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca, pada jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.
Perlahan, pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.
"Ada apa, Pak Polisi?" tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget, ia mengenali siapa pria itu. "Ya Allah… Sinuwun!" kejutnya dalam hati. Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik, naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.
"Bapak melanggar verbodden, tidak boleh lewat sini, ini satu arah!" Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir, orang sebesar Sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari Jogja ke Pekalongan yang jauhnya cukup lumayan, entah tujuannya kemana.
Setelah melihat rebuwes, Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan, namun Sultan menolak.
"Ya, saya salah, lamu benar. Saya pasti salah!" Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.
"Jadi…?" Sinuwun bertanya, pertanyaan yang singkat namun sulit bagi Brigadir Royadin menjawabnya.
"Em..emm.. Bapak saya tilang, mohon maaf!" Brigadir Royadin heran, Sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya. Jangankan begitu, mengenalkan dirinya sebagai pejabat negara dan rajapun beliau tidak melakukannya.
"Baik, Brigadir. Kamu buatkan surat itu, nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal!" Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi Gidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut Sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. "Sungguh orang yang besar…!" begitu gumamnya.
Surat tilang berpindah tangan, rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada Sinuwun sebelum Sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.
Beberapa menit Sinuwun melintas di depan Stasiun Pekalongan, Brigadir Royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.
Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas, Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut. Lalu kembali ke rumah dengan sepeda abu abu tuanya.
Saat apel pagi esok harinya, suara amarah meledak di markas polisi Pekalongan, nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh-gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.
"Royadin, apa yang kamu lakukan? Sa’enake dewe. Ora mikir iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!" Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa, di tangannya rebuwes milik Sinuwun pindah dari telapak kanan ke kiri bolak balik.
"Sekarang aku mau tanya, kenapa kamu tidak lepas saja Sinuwun, biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia, ngerti nggak kowe sopo Sinuwun?" Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.
"Siap pak, beliau tidak bilang beliau itu siapa, beliau ngaku salah... dan memang salah!" Brigadir Royadin menjawab tegas.
"Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia. Ojo kaku kaku, kok malah mbok tilang... Ngawur...jan ngawur… Ini bisa panjang, bisa sampai Menteri!" derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.
Brigadir Royadin pasrah, apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi, yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja. Memang Koppeg (keras kepala) kedengarannya.
Kepala polisi Pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan Sinuwun, masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu, mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar, keberadaan Sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi Pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.
Usai mendapat marah, Brigadir Royadin bertugas seperti biasa. Satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman-temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota Pekalongan Selatan.
Suatu sore, saat belum habis jam dinas, seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan Soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.
"Royadin, minggu depan kamu diminta pindah!" Lemas tubuh Royadin, ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak di pinggir kota Pekalongan setiap hari, karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya di persimpangan Soko.
"Siap, Pak!" Royadin menjawab datar.
"Bersama keluargamu semua, dibawa!" pernyataan komisaris mengejutkan, untuk apa bawa keluarga ke tepi Pekalongan Selatan, ini hanya merepotkan diri saja.
"Saya sanggup setiap hari pakai sepeda, Pak Komandan. Semua keluarga biar tetap di rumah sekarang!" Brigadir Royadin menawar.
"Ngawur… Kamu sanggup bersepeda Pekalongan – Jogja? Pindahmu itu ke Jogja bukan disini. Sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana, pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat!" cetus Pak Komisaris, disodorkan surat yang ada di gengamannya kepada Brigadir Royadin.
Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya: "Mohon dipindahkan Brigadir Royadin ke Jogja, sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat." dan ditanda tangani Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Tangan Brigadir Royadin bergetar, namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permintaan orang besar seperti Sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di Kota Pekalongan. Ia cinta Pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini.
"Mohon Bapak sampaikan ke Sinuwun, saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari Pekalongan, ini tanah kelahiran saya, rumah saya. Sampaikan hormat saya pada beliau, dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya!" Brigadir Royadin bergetar, ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX. Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.
July 2010, saat saya mendengar kepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluarga di pekalongan, saya tak memilki waktu cukup untuk menghantar kepergiannya. Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya, sekaligus kepada saya selaku keponakannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya, pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran.
Hormat amat sangat kepadamu Pak Royadin, Sang Polisi sejati. Dan juga kepada pahlawan bangsa Sultan Hamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri ini dari Sabang sampai Merauke.

Depok, 25 Juni 2011
Aryadi Noersaid

I was really really surprised after reading the article. Udah susah kali ya buat nyari seorang sosok yang punya pemikiran dan prinsip kayak Alm. Brigadir Royadi ini. Jaman sekarang entah itu petinggi negara, pejabat, bawahan, pegawai negeri atau apapun jarang banget ada yang bisa benar-benar mengabdi untuk pekerjaannya seperti beliau. And also, he's so principled and distinct in building the justice. Nggak peduli siapa yang lagi dia hadapi, kalo orang itu salah ya sudah sepantasnya diperingatkan layaknya orang yang lain (dengan kesalahan yang serupa). Dan mari menilik dari sisi sang 'sinuwun', yakni Sultan HB IX. Sebagai seorang penguasa dan raja pada masa itu, beliau juga begitu berhati besar dan nggak make kekuasaannya dan jabatannya semena-mena untuk sebuah kesalahan yang wajar kalo dilakuin orang biasa. Istilah Jawanya, 'ora dumeh'.

Ya harapan saya sebagai remaja yang aslinya nggak tau banyak tentang permasalan negeri ini, yang cuma tau berita-berita dari televisi dan koran, semoga nantinya nggak akan ada lagi pemerintah yang dzalim sama negara dan menghalalkan segala cara untuk bisa tetap 'di atas' hanya karena mereka punya tahta di pemerintahan.
At last, it's actually about a principle. True?

Temen Musiman?

by - Tuesday, December 13, 2011
Tempo hari di siang yang nggak begitu panas dan agak mendung aku sama Pungky tiba-tiba kepengen beli es krim. Awalnya gara-gara liat si Pepi yang tiba-tiba muncul aja gitu sama Evan bawa Mixberry Sundae-nya McD dan dengan pokilnya nyuruh kita beli sendiri dan nggak boleh minta banyak-banyak :|
Aku sempet ngomong agak kenceng sih di sebelah Mumu, "Aduh, pengen es krim niccccch!" tapi yang disindir kayaknya nggak nyadar ya, makanya ik langsung aja deh, "Pung, beli yuk habis ini." dan seperti biasanya, Pungky yang selalu bisa aku hasut buat nemenin kemana-mana mengiyakan. Yes!
Udah di jalan, mampir ke pom bensin, tiba-tiba keinget aja gitu pengen pancake di Pancake Company dan kita langsung putar haluan ke arah JL. Prof. Dr. Yohanes (deket pom bensin Sagan gitu). Nah, udah santai melangkah ke dalem, ternyata.... "Mbak, mau beli pancake ya? Wah bukanya jam 4 sore nanti tuh. Ini yang udah buka baru mie ayam ceker." Kita lirik jam dan ternyata emang masih jam setengah 2. Yaaaaelah. Ya udah deh kita akhirnya puter lagi ke Jl. Jend. Sudirman dan ujung-ujungnya memutuskan buat ke KFC aja instead of McD dengan pengharapan bisa makan puas dengan budget sedikit soalnya kita nyari paket hemat (yang ujung-ujungnya nggak jadi hemat karena kita salah pilih menu dan pake beli Krusher segala!!!!) Maklum, anak sekolah. Ehm.

Singkat kata kita menikmati late lunch sambil ngobrol-ngobrol ringan, dan tiba-tiba pembicaraan menjurus ke arah tema "teman musiman" dan entah kenapa Pungky bisa menemukan istilah itu. Apa itu teman musiman? Ya seseorang yang cuma dianggap temen kalo lagi musim aja, kalo lagi musim ya ntar deket banget, kalo udah nggak musim ya nggak deket. Apakah seseorang yang menganggap teman-temannya seperti itu ada di sekeliling saya? Pastinya ada, tapi alhamdulillah I don't feel none of them treat me that way :) Neither do I. Kalopun ada toh aku nggak dirugiin secara langsung juga kan?

Regarding to one of my post about how people change lately, ini masih aja berlangsung lho. People change, I change, everybody changes, because no one's stuck on one particular habit. Pasti deh ada yang berubah, baik itu berubah jadi lebih bagus, atau sebaliknya. Tapi lama-kelamaan setelah ditelusuri, perubahan-perubahan yang terjadi pasti banyak menimbulkan komplain dan perbincangan di antara banyak orang. So (awalnya) I started complaining as well. Tapi malah komplain-komplain itu justru dibalikkan lagi sama mereka, "Don't complain because we're not the only one changing. You are too." Nah lho, nggak jadi komplain deh gue kalo gitu hahaha.

At last, this is not an offensive post. Tidak ada unsur sindiran, jadi jangan jadi pihak yang tersindir ya :)

Thank you.

P.S. Hari ini hari cantik; 13-12-11 and I thought I should at least make a post on blog that's why I posted this crap. Hahaha labil! :p

Boys Who

by - Saturday, December 10, 2011

#65 Boys who you can never stay mad at, because every time you look at them you can't help but smile.
#68 Boys who don't flirt with every single girl.
#162 Boys who prove to you that they're different and love you for you, no matter what.
#211 Boys who give you butterflies just from them looking at you.
#214 Boys who look for relationships, not hook ups.
#229 Boys who aren't afraid to tell you how much you mean to them.
#234 Boys who take the time to understand you.
#235 Boys who text you right when they wake up, and right before bed.
#260 Boys who give you space when you need it 
#262 Boys who tell you they're thinking about you.  
#279 Boys who love the things that you dont like about yourself.
#281 Boys who tickle you.
#291 Boys who know when somethings bugging you without you even telling them.
#296 Boys who rub your back while your falling asleep.
#299 Boys who prefer a pretty heart over a pretty face.
#301 Boys who pull you closer when you start to pull away from a hug.

They describe him enough.

 Credit: @_boyswho

Fond Memories

by - Thursday, December 08, 2011
Went through my old blog and found some old photographs I took 3-4 years ago when I was still a junior high-er. Below aren't the original photos thou, I put some touch-ups with Photoshop to prettify them a little and just in case to make a more oldish feeling. Mystique.

Tamansari Water Castle, 2009.

 
Junior high's spot.

I didn't blatantly acknowledge that I liked and was keen on photography stuffs. I just loved and enjoyed putting memories into photographs, splattered to one object to another, and years later when I opened 'em back (like I'm doing right now) I would be recalled to the certain memories. 

And that is what a yearning starts with.

kindly ignore the title cause i'm running out of ideas.

by - Saturday, December 03, 2011
Dear Readers, (if there's one)

This may be my 1000.000.000th times saying I'm sorry for my absence, for neglecting this page which I used to call it a blog.

Well, kayaknya this time I won't be writing a post in a full English like I usually did.
Kenapa? Ya semenjak pertama kali blog ini dibuat, (atau bahkan blog-blogku sebelumnya) kayaknya aku jarang banget (atau bahkan hampir nggak pernah) nulis sesuatu dalam Bahasa Indonesia. Neither it's the meaningful nor the absurd one. Hehe. Entah kenapa, mungkin agak trauma kali ya sama dulu, beberapa tahun yang lalu, pas masih aktif banget ngeblog dan sering sesumbar, frontal, curhat segala macem (baca:  pas masih kimcil) di blog dan nyampe menimbulkan kontroversi. Dan semenjak itu, I've been bounding myself (and the blog) with something more closed-off. That wasn't something serious tho, yet it still affected me to the deepest. Semacam jadi introspeksi lah. Tapi sekarang malah pelampiasannya ke Twitter deh. Sama aja boong ye.

Loh kenapa jadi ngomongin itu ya? Haha lumayan melenceng jauh sama ya sebenernya mau aku post kali ini.
Sebenernya nih, minggu ini tu exam week. Dan semester ini bisa dibilang kesempatan terakhirku (dan semua siswa-siswi kelas 12) buat memperbaiki nilai rapot dan ngejar SNMPTN Undangan. Apa itu SNMPTN Undangan? Yang anak SMA pasti tau dong.
Jadi SNMPTN Undangan itu salah satu jalur penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri tapi lewat jalur yang bukan tes (non-test), dan yang dilihat justru dari nilai rapot sama prestasi-prestasi akademik/non-akademik. Dan keuntungannya banyak banget;
1) kita nggak usah repot-repot ikut tes tertulis (ya kalo terrekomendasi jalur undangan sih. AMIN!)
2) biaya masuknya bisa mencapai nilai minimal Rp 0,- lho! Ya itu tergantung sama pekerjaan orang tua, latar belakang keluarga sama 'ranking' di jalur masuk undangan itu sendiri sih. Tapi tetep aja enak kaaan.
dst.

Nah terus apa hubungannya sama exam week I'm currently having? Ya karena nilai di Semester 5 ini penentu rapot terakhir, mau nggak mau kali ini belajarnya harus lebih rajin dan giat (serta niat) lah! → *ketauan kalo biasanya nggak niat.*
Lah tapi bukannya belajar ik malah ngeblog, ngenet, ngeyutub, dsb ini. Ya maklum lah, mumpung ini kesela weekend ya itung-itung buat refreshing dulu gitu...
Walaupun ujiannya baru jalan 3 hari tapi udah kerasa capek, jenuh, bosen. But so far, everything's going perfectly fine. Well, not as perfect as you may imagine thou, but let's see in next 5 days ;) Semoga subject-subject yang mematikan seperti Fisika dan Kimia bisa terlewati dengan lancar selancar jalan tol cipularang.
By the way, ini udah hampir 2 minggu lho aku ngikut Mas-nya Ican ngelakuin low-carb diet (atau beberapa orang lain nyebutnya 'carbon diet'). Carbon diet itself has two meanings; yang pertama ya sama kayak low-carb diet (carbo disini adalah carbohydrate) dan yang kedua lebih ke reducing the impact on climate change, which means carbo disini adalah carbondioxide. Tapi inti keduanya sama-sama 'mengurangi' kok :-)

Nah, sebenernya kalo aku dibilang diet sih enggak juga. Aku cuma nyoba ngurangin konsumsi karbohidrat dan nggak bener-bener menghindari makan makanan berkarbohidat.
Tujuannya apa?
Ehem, jujur aja sih, tujuan utama emang buat ngurangin berat badan. Kalo kata orang-orang sebenernya aku nggak gendut, beratku juga udah termasuk dalam deret cukup ideal (1.61 m, 56 kg) tapi badanku keliatan berisi!  Beberapa orang berpendapat I look fine with such plump body, tapi somehow I feel kind of uncomfortable with it. Apalagi ditambah fakta kalo berat badanku sama Mumu sama. This is sooooo menohok!
Tujuan kedua buat ngatur pola makan. Selama ini aku kalo makan emang nggak kira-kira. Laper dikit, makan. Dikit-dikit pengen jajan. Sebelum tidur ngemil. Dan yang lebih parah, aku jarang  BANGET olahraga semenjak naik kelas 12 ini. Kebayang kan betapa khawatirnya aku kalo sampe 'mbengkak' nantinya?

Kalo carbo-diet versi Rahmun sih kayak gini (berdasar hasil konsultasi sama dr. Ikhsan Magistra :p):
  • Pagi minum susu dan/atau makan roti (preferrably wheat bread one. Tapi cukup tau aja, roti gandum itu seret dan nggak enak!)
  • Siang makan nasi + lauk. Pokoknya buat makan siang harus normal, dan nggak boleh dikurang-kurangin. Soalnya karbohidratnya penting banget buat energi seharian.
  • Malem makan sayur dan buah. NGGAK PAKE NASI. Dan makannya harus di bawah jam 7.
Dan sejauh ini, aku udah hampir 2 minggu lho nyoba pola makan kayak gini. Ngemil sih tetep, tapi jarang, dan kalopun bener-bener mau ngemil mending makan buah atau nata de aloe. (oh oiya, dan BERRY GOOD! Ini cemilan wajib!) Dan hasilnya udah lumayan kerasa, pencernaan lancar, perut nggak sebah lagi, dan ternyata emang lebih nyaman kayak gini. Huahahaha.
Kalo mau ada nyoba low-carb diet kayak gini monggo lho...... :-)

Deeeeuh, ini postingan tentang diet kayak udah berasa apaan aja ya. Nggak harus kurus sekurus model atau sekurus orang-orang kurus, yang penting sehat. Yuk, tetep sehat tetep semangat biar ujian lancar dan nggak menelantarkan blog ini lagi.

Adios!

State of Mind

by - Friday, April 22, 2011
Facing another corny day on my days-off. Today is the last one tho, and I'm supposed to hang out with my old friends (because we've planned to), but some of them got sudden personal business and I think it's just not complete if one of us is missing. So we'd just cancel it anyway.

And I'm slightly fed up with everyone lately. They seem to be annoyingly different (referring to some ppl I can't seem to mention here frontally) and I totally don't have any single thought why would they act like that and change this much. Or as the simplest scenario, it's just a sign if my period is coming. Phew.

Well, everyone changes. Either do I. And before you say something about others you'd better reflect on yourself. And I do.
I always realize that I've been turning into some annoying bitch for quite sometimes. If the state puts me up to be one, then I'll be.

So... what kind of person am I?
I ever asked my Bahasa teacher to 'read' and portend myself. My friends from the other class told me he has an ability over prophetic things like that. I don't really believe to such things (of course) and I did it just for fun. :)

So these are what he said:
I'm incedulous and double-minded. I often am uncertain and have doubts about something I should've done. My future husband is not going to be a pure Javanese. Almost any jobs suit me, so I'm free to choose.
Hmm? I'm not really sure if they're utterly true. There's still a long way ahead and I should stop backing off from things I'm convinced about.

If you also want to tell me what kind of person I am (in your point of view, ofc), you completely may. I'll gladly accepts unless it's too outrageous and too painful to hear. :-p

Adios!

xo.

Classmates's Story

by - Monday, April 18, 2011
So what are you supposed to say first after leaving your own blog page in 5 months long?
Hello? Sorry? Hm?

I'm taking the first choice.

Well yeah, HELLO people, friends, readers, followers or whatever you admit you actually be! It's gonna be the very first post of mine after abandoning a place where I usually write down about my daily routine, my favorite band, anything for almost 5 months. (Anyway using the word 'abandon' to describe my treatment to this blog makes me sound rather cruel and loathsome, lol.)
You must be wondering where had I been this whole time, right? ;) Please say 'yes' just in case you're afraid of seeing me disappointed and unpleased. Hahaha.

To tell you the truth, I had always been here and not going anywhere faraway and primitive. I'm always on either Twitter or Facebook (well not literally ALWAYS, but regularly), I Tumblr sometimes, I check in to everyplace I'm currently at via Foursquare, I let my Yahoo! Messenger on everytime I'm on the line, it was just... I didn't feel like to blog. Simply, not in the mood. How could I prolly be not in the mood for 5 months long anyway?! *rolling eyes* *shrugging*

Perhaps it's just me being too busy with school stuffs and real life and so on. I'm trying to enjoy my 11th-grade-life which is gonna be over soon in less than 3 months because the final exam is on June. Oh my God, June!!! :((( It's saddening the more I feel it if you want to know. Not being melodramatic but this is what I actually feel. Why do I have to be sad? I'm going to reunite with my fun-old-classmates from 10th grade. Shouldn't I be happy cause this is what I wanted in the first place?

I know, it took almost a year to be fully adapted with the kids in my new class. I, at first, thought they were the most boring and corny classmates ever (excepts for some kids that I had known since 10th grade). Good thing I had a chance to leave the class for 4 weeks because I was going to Japan during the early days of new class. I felt bad for leaving my deskmate alone though. But well I was somehow happy since I didn't have to be in that boring class for 4 weeks.

That WAS my thought at that time.
But on the day I was going to depart, almost everyone in class addressed me farewell words (and asked for souvenirs -___-). Guess what, it did really touch me. I thought no one would care if I'm there or not, since we hadn't known each other that well yet. But the heck, they acted like I was going to stay in Japan forever and not coming back. LOL :') And I just loveeeeed how their reaction was when I came back.

But I still had a hard time with some girls that I couldn't really get along with. Those, the smartass, studious, and sophisticated ones who barely had the mutual humour sense as mine.

But as the time passed by, I thought that I have to, no, I NEED to get along with the whole members because this is our class and not privately mine. Thanks God I have this sharp acceptability of approving people I (actually) don't like around me. So eventhough I don't really like 'em I still can adapt well. And then it simply made me realized that I love this class and everything in it so much (not to mention that 'the genius jerk' is included). And about 'some girls' I talked above... I happen to be much closer to them than I thought. :)

And the guys in my class. They are simply infatuated. Insane. Crazy. Nuts. Obsessed. Perv. Or anything has the same meaning as crazy.
The kids in our class are undescribable because we are beyond words~! ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ


And I think I've been talking too much. I shall take my leave.

Annyeong, good bye, adios!


xo.
Syifana Rahma Addiyani. Powered by Blogger.