My Very Own Skincare Regimen (7 Steps)

by - Saturday, August 19, 2017
One of my most favorite times of the day is during my skincare routine. 

Semenjak 1 tahunan lalu, rutinitas wajib saya saat malam hari sebelum tidur serta pagi hari setelah mandi pagi adalah mengaplikasikan 7 layer skincare ke wajah. Yes, you heard it right. 7 layers of skincare. Mungkin bagi sebagian orang (which I believe mostly are men) ini sedikit berlebihan—atau sangat berlebihan. Dulu saya juga mikirnya begitu sih, nggak sempet deh kalo harus 7 steps apalagi kalo mau pake Korean skincare regimen yang 10 steps itu. Skincare routine saya cukup cleanse – tone (ini pun kalau ngga lupa ya) – moisturize saat malam hari, dan tambah sunscreen saat siang hari. I skipped treatment steps most of the time. Alasannya? Ya apa lagi kalau bukan males. Dan budget sih sebenernya! Hahaha. Serum dan essence itu mayan mahal bo’ buat kantong mahasiswa yang uang jajannya udah keburu abis duluan buat beli textbook (dan bayar kegiatan organisasi, nonton konser, nonton film, beli gelato, dll). Intinya, ngga ada spare budget buat splurging on skincare stuffs deh. 

Anyway, it happened 2-4 years ago. Lebih tepatnya saat jadi mahasiswa. Lebih spesifik lagi, saat jadi mahasiswa yang rutin ikut kegiatan outdoor club yang melibatkan panas-panasan, basah-basahan, keringet-keringetan. Harusnya justru itu jadi momen yang paling pas untuk benar-benar merawat kulit wajah, ya kan? Tapi saya mah engga. Udah bisa mandi dan cuci muka habis kegiatan outdoor aja udah syukur alhamdulillah. Pas lagi aktif-aktifnya, saya lebih sering mandi di kamar mandi kampus atau di pinggir sungai dari pada di kamar mandi rumah :”) karena kerjaannya jogging – latihan – jogging – latihan, gitu terus. Jadi, mana sempet ngurusin muka? Lagian, walaupun wajah kucel begitu buktinya masih banyak yang naksir. HAHAHA YA ALLAH PEDE BANGET. Just kidding!

Sebenernya kalau dibilang ngga sempet, aslinya sempet sih. Karena pada akhirnya setelah saya komitmen (dan ikhtiar juga ya tentunya) untuk coba merutinkan diri merawat kulit wajah dan tubuh, it works! 

Then, commitment is the key. 

Percaya ngga percaya, perihal skincare itu ngga cukup melakukannya aja, tapi kita juga perlu mempelajarinya. Kita ngga akan pernah tau apakah cara pakai skincare kita itu salah atau bener, apakah kandungan skincare kita bahaya atau ngga, apakah kulit wajah kita cocok dengan produk ini atau itu, kalau kita ngga mempelajari DAN melakukannya. Apa aja yang perlu dipelajari? Wah, banyak. Ngga cukup 24 SKS dalam 1 semester deh, hehe.

Saya sendiri sih banyak belajar tentang skincare dari internet. Ada tiga panutan utama saya dalam belajar tentang skincare: 1) Caroline Hirons, 2) Renée Rouleau, 3) Affi Assegaf.

Dari ketiga skincare guru itu lah saya benar-benar paham dan nglothok tentang pentingnya memperhatikan skincare regimen yang sesuai dengan jenis kulit saya, berikut step-by-step nya, produk apa saja yang harus kita splurge atau yang bisa kita steal, mana aja kandungan produk yang sesuai sama problem kulit wajah kita, banyak deh pokoknya!

Mungkin sebagian wanita sekarang lebih familiar dengan 10 steps of Korean skincare regimen. Prinsipnya sama sih dengan apa yang Hirons, Rouleau, atau Affi lakukan: first thing first—double cleanse, then exfoliate, tone, treat, and moisture. Semua orang berhak punya skincare regimen sendiri. Ngga harus sama persis dengan apa yang para skincare guru atau beauty blogger lakukan di luar sana. Yang penting kembali lagi, prinsipnya harus sama. Prinsip ya, bukan produk. Kalau mau beli produk yang sama dengan mereka, it’s fine. Tapi ingat, tetap sesuaikan dengan kondisi kulit dan tentunya, budget. (penting banget) 

So, yeah. I made my own skincare regimen and have been doing this every now and then. 

Kalau di awal tadi saya bilang 7 steps, sebetulnya ngga betul-betul 7 steps sih—9 steps to be precise. (lah makin banyak???) Yaudah, coba aja kalian itung sendiri ya.
 
My Daily Skincare Regimen 
Skin Type: Combination (Normal to Oily) 

1. Double Cleanse 
Karena prinsipnya sama-sama for cleansing, sebetulnya ini 2 step yang saya jadikan satu. Setelah seharian berkegiatan, mau pake make up/ngga, mau indoor/outdoor, sudah pasti wajah kita itu kotor. K O T O R. Nah untuk itu, sangat disarankan untuk melakukan double cleansing yang tujuannya agar kotoran yang menempel bisa bener-bener keangkat.

Ada beberapa produk yang saya gunakan untuk membersihkan lapisan terluar wajah saya, salah satunya adalah The Face Shop Rice Water Bright Cleansing Oil yang mana sudah habis sekarang dan saya tidak bisa beli lagi karena kata mbak-mbak counter The Face Shop di mall, produk ini sudah dispensed. Yang kedua adalah Hada Labo Ultimate Moisturizing Cleansing Oil. Saya beli Hada Labo ini karena tekstur oilnya yang paling mirip dengan The Face Shop. Cukup ampuh buat ngangkat produk make up yang nempel di wajah. Cara pakainya pun ngga ribet. Cukup tuang beberapa pump produnya ke telapak tangan, trus usap-usap ke seluruh muka sambil dipijat lembut. Boleh dihapus pakai kapas, boleh langsung dibilas pakai facial wash. Kalau saya lebih suka cara yang kedua. Up to your preference aja. Tapi saya kadang ngerasa kurang mantep dengan kemampuannya menghapus maskara dan eyeliner, jadi saya juga masih suka secara terpisah membersihkan eye make-up waterproof pakai Maybelline Clean Express Total Clean.

Nah, baru-baru ini saya nitip saudara sepupu KOSÈ Softymo Speedy Cleansing Liquid yang kebetulan lagi di Jepang. Sebenernya sih pengennya beli yang cleansing oil, tapi apa mau dikata... yaaa kita maklumi saja kemampuan para lelaki dalam belanja dan membedakan produk kosmetik :")
Anyway, saya ngga begitu mem-favoritkan produk ini sejujurnya. Mungkin karena dia tu nanggung banget! Cleansing water bukan, cleansing oil juga bukan. Pas dipakai pun rasanya nanggung. Belum lagi kalau untuk bersihin area mata, dia agak perih dan begitupun kalau bersihin area bibir, rasanya pahit pas ngga sengaja keicip. Kesimpulannya... sepertinya produk ini mengandung alkohol. Makanya saya ngga begitu suka. Tapi, kemampuannya buat mengangkat sisa make-up oke juga kok.

Setelah bersihin muka pakai oil-based cleanser, harus banget wajib ‘ain bilas muka dengan water-based cleanser. Saya pakai Acnes Face Wash Oil Control. Has always been in my basic keep since 2014, so… no comment, no complaint, no nothing. Intinya, carilah produk water-based cleanser yang tidak mengandung banyak busa atau kandungan SLS (Sodium Lauryl Sulfate) karena itu bikin wajah serasa ketarik—means, kering banget. Karena percaya atau ngga, SLS itu biasanya dipake buat campuran sabun cuci baju, pembersih lantai, bahkan pembersih mesin! Euwh.
Dan ada satu produk cuci muka lagi yang lagi saya pakai, yaitu Senka Perfect Whip Facial Foam from Shiseido. Prediksi saya, ini bakal jadi salah satu produk terfavorit saya tahun 2018. Karena emang sebagus itu sih! Foamnya banyak tapi ngga bikin kering, wanginya pun soothing, dan.... murah. Hehehe. Karena prinsip saya untuk face wash itu ngga perlu splurging dan harus over the counter products, semata-mata biar gampang dapetinnya. Daaaan... Senka ini sudah secara official masuk ke market Indonesia, jadi bisa mudah ditemukan di Watsons atau (mungkin) retail pharmacy lain.

2. Exfoliate 
Proses eksfoliasi dalam skincare regimen saya menggunakan acid toner. Kenapa harus acid toner? Simply because it’s the toner of 21st century. It’s the toner for millenials. Hahaha, kidding. Pokoknya, penggunaan acid toner ini tujuannya adalah untuk mengembalikan level pH kulit wajah kita. (normalnya pH kulit wajah kita di angka 4.2-5.6) Selain itu, penggunaan acid seperti glycolic, lactic, atau salicylic sangat berguna untuk mengurangi efek dari sun damage, memperbaiki permukaan kulit wajah (jadi lebih halus gitu deh), membersihkan pori-pori yang tersumbat, juga meningkatkan regenerasi sel kulit. 

You need to somewhat splurge for this step. Rata-rata memang acid toner yang punya kandungan aktif tinggi ngga ada yang murah sih (maksudnya murah = kurang dari 100 ribu). At the very least, affordable lah. Mungkin kalian bisa coba alternatif Korean acid toner dari Benton atau COSRX yang harganya di bawah 200 ribu. But… It didn’t work well on me :( Saya pernah pakai COSRX AHA/BHA Clarifying Treatment Toner tapi yang ada bikin breakout.

Sekarang saya sudah punya tambatan hati lain, yaitu The Ordinary Glycolic Acid 7% Toning Solution. Memang sih harganya hampir 2 kali lipat dari COSRX, tapi emang formula dan harga ngga bisa bohong tauk! Dari beberapa review yang saya baca, The Ordinary Glycolic Acid ini bisa dibilang dupe-nya Pixi Glow Tonic yang super hitz dan alhamdulillah, The Ordinary saya hampir ½ kali lebih murah dibanding Pixi. Jadi yaaa, say no more. This one’s worth buying!

Tips: bagi yang belum pernah pakai acid toner sebelumnya, disarankan pake yang kandungan acidnya mild dulu, because it will cause some tingling sensations when you apply it for the first time, perih-perih enak gemash gimana gitu. Atau kalau mau pake yang kandungan acid lebih tinggi, sebaiknya pemakaian jangan setiap hari, tapi selang-seling 1 hari pake, 1 hari skip. 

3. Tone 
Step selanjutnya bertujuan untuk menghidrasi kulit wajah setelah dieksfoliasi oleh acid toner. This one thing, you better be stealing it! Ngga perlu keluarin kocek mahal-mahal buat hydrating toner. Toner yang ada di pasaran sekarang banyak yang murah dan bagus kok. Tapi, tetep harus pinter-pinter milih ya, jangan sampe ambil hydrating toner yang punya kandungan alkohol berlebih. Yang ada ngga bikin muka kalian terhidrasi, tapi malah perih and of course, dry! Instead, carilah produk yang mengandung hyaluronic acid atau glycerin.

Produk yang saya gunakan adalah Hada Labo Gokujyun Ultimate Moisturizing Lotion. Kalem aja, walaupun judulnya lotion tapi sebenernya dia fluid and it really is a hydrating toner. I would definitely rave this product for its virtue and holy affordable price! Saya sudah jadi pengguna setia toner Hada Labo ini bahkan sejak masih males-malesan pake skincare sampai sekarang. Muka saya jadi nyoy (bahasa apa pula ini), kenyal dan lembab banget deh berkat toner ini. Happy!

Tips: If you want something more organic (and cheap!) as hydrating toner, use rose water. 

4. Essence 
Sebenernya step ini super ngambang. Dilakukan juga ngga signifikan-signifikan amat hasilnya, tapi kalo ngga pake kok kurang mantep rasanya. Masalahnya saya sudah pakai essence ini jauh sebelum saya rajin pake serum atau pun acid toner. Dan essence ini lah yang membawa kembali kekenyalan kulit saya setelah beberapa tahun ngga rutin diurus! Hahaha. 

Let me introduce you to Avoskin Perfect Hydrating Treatment Essence. The only chemical thing I trusted to put on my face when nothing else did :”) produk ini memang memberikan kesan emosional yang mendalam sih buat saya pribadi, haha. Beberapa tahun lalu ketika wajah saya breakout parah and I had to deal with dullness also, this product came into my life and changed everything! Perlahan tapi pasti kondisi wajah saya makin membaik (dibarengi dengan rutin pake masker madu & oatmeal juga sih).

Harganya sebetulnya ngga murah juga, tapi dengan efek yang dia hasilkan, I think I would gladly spend my money on this! Dan, ini udah memasuki botol ketiga saya. Padahal 1 botol itu  habisnya baru 5-6 bulan. Kalo irit gini mah, jatohnya jadi ngga mahal kok.

5. Treatment 
Untuk step treatment ini, saya mengandalkan serum yang water-based. Saya rasa semua orang pasti sudah tau betapa tokcernya efek penggunaan serum secara rutin. Sayangnya banyak orang masih ngeluh: “Pake serum X yg reviewnya bagus ternyata bikin breakout di mukaku deh” blablabla. Nah, perlu dipahami dulu bahwa ngga seperti sebagian besar pemilihan produk skincare lain yang “harus menyesuaikan jenis kulit wajah”, kalau serum, kata Affi Assegaf, harus menyesuaikan problem kulit wajah. Jadi fungsi serum ini lebih fokus ke pertolongan pada kondisi kulit wajah yang ingin diperbaiki. Misalnya, jerawat, pori-pori besar, kerutan wajah, uneven skintone/discoloration, dll. Kalau kita sudah paham betul problem kulit wajah kita, pasti bisa menentukan serum mana yang akan cocok. Same goes with face oil ya, pilihlah face oil yang sesuai sama problem kulit wajah. Dulu saya merasa face oil itu basically serum juga sih menurut saya, cuma dia oil-based. Tapi makin kesini, saya lebih memposisikan face oil sebagai komplemen untuk moisturizer. Nanti akan saya bahas lebih lanjut di bawah.

Ada 3 produk yang saya pakai (secara bergantian) untuk step treatment. Yang pertama adalah OST Original Pure Vitamin C. Ya, serum mainstream dari Korea yang kayaknya semua orang pake karena emang tokcer banget sih. Dah gitu, super affordable untuk sebotol serum 30ml. Cukup tricky sih jadi pengguna serum vitamin C. Karena daya tahan dan juang produk ini tuh cukup singkat dan penyimpanannya kalau bisa sih di dalam kulkas (atau minimal di tempat yang sejuk dan gelap), supaya meminimalisasi potensi oksidasi. Setelah repurchase produk ini 3 kali, saya buat kepikiran buat ganti serum vitamin C. Mungkin setelah ini akan mencoba Votre Peau Vitamin C-Serum atau Klairs Freshly Juiced Vitamin C.

Yang kedua adalah The Ordinary Niacinamide 10% + Zinc 1%. Ngga ngerti lagi deh, ini termanjur dan terngefek di wajah saya. Kenapa saya bilang gitu? Karena efeknya paling kelihatan lah, at least buat saya yang tiap hari megang dan lihat kulit wajah sendiri. Tekstur kulit jauh membaik, halus banget, pori-pori nyaris ngga kelihatan sama sekali setelah rutin Niacinamizing (aseeek, bahkan saya sampe bikin term kayak gini). Yang ketiga, masih produk dari brand yang sama, yaitu The Ordinary Lactic Acid 10% + HA 2%. You would never like this product in the first instance! Just like I did! Aromanya super ngga sedap dan perih saat dipake (udah bukan tingling lagi ini mah). Sampai sekarang pun saya susah menoleransi aromanya itu. Kayak bau susu basi dicampur alkohol. Hoekkk!
Tapi efeknya luar biasa! Lagi-lagi The Ordinary bikin saya jatuh cinta sama tekstur wajah saya sendiri.

Selain itu, saya juga punya “cadangan” oil-based serum a.k.a face oil dari Haple. Saya pakai yang Rice Bran Oil dan Grapeseed Oil. Fyi, Haple ini produk lokal lho, dan ngga kalah sama face oilnya Sukin ataupun Sunday Riley (ngaco dan sotoy banget, hahaha). But it’s a good deal, I promise! 

6. Moisturize 
Kebalikan dari serum, pilihlah pelembab yang sesuai dengan jenis kulit dan bukan problem kulit. Karena memang tugas pelembab ini lebih kepada coat & protection ketimbang treatment. 

Moisturizer is so basic. Super basic. Siapapun bahkan yang ngga rajin pake skincare biasanya hampir selalu punya pelembab. Because it’s that basic!! (I’m saying it in a good way) Karena efeknya emang paling langsung kerasa juga sih.

Walaupun basic, bagi saya ini paling susah cari produknya. Bukan apa-apa ya, tapi karena saking banyak dan macem-macem, saya jadi bingung. Dari yang produk lokal, Korea, Jepang, US, UK, Nigeria, Kenya, Turki, dari yang harganya ceban sampe jutaan pun ada. Dan sampe sekarang pun saya belum bener-bener punya tambatan hati untuk moisturizer </3 

Macem-macem banget produk pelembab yang pernah saya coba, sampe lupa apa aja. Terakhir kali saya pakai awal tahun 2017 lalu adalah The Body Shop Seaweed Oil-Control Gel Cream. Ini produk enak banget dan ngga bikin minyakan because it’s claimed as mattifying. Tapi pas habis, saya mau beli lagi, varian seaweed udah ngga ada di The Body Shop. Ternyata mereka lagi rebranding buat varian itu. Nah disitulah saya buru-buru cari yang aman dan mirip (dan murah), dan ketemu lah saya dengan… Wardah Hydrating Aloe Gel. Ketauan cari aman banget ya pake produk ini hehe. Sekarang ini saya hampir selalu punya dan pakai Wardah Hydrating Aloe Gel untuk pelembab, sambil masih cari-cari pelembab lain yang cocok dan bikin akuh jatuh cintah. Unch. Teksturnya gel, dingin, ringan, tapi super moisturizing! Murah pula (ini sih paling penting). So, why not? 

Anyway, ada satu produk pelembab yang lagi saya incer, yaitu The Goodness Every Morning Mositurizer. Semoga jodoh ya!

Tips: Your moisturizer should always absorb in the skin, not just sit on the surface! Coba apply pelembab kamu, tunggu 5 menit, dan pegang dan rasakan apakah masih terasa heavy di kulit. If yes, then it very well may be too rich for you. 

7. Protect (for daytime only) 
Sepele tapi paling bikin nyesel kalo lupa dipake: sunscreen.

Semua step yang kita lakukan dari cleansing sampe moisturizing akan sia-sia belaka kalau lupa pakai sunscreen. I won’t be talking much about this part, but if whoever read this still thinks that it’s not really important to put sunscreen on daily basis, PLEASE DON’T. From now on, take time to put on your sunscreen—less than a minute, but you will thank me later. 

Ada dua sunscreen andalan saya dari jaman baheula, dari jaman masih hobi arung jeram sampai sekarang, yaitu Skin Aqua Moisture Gel SPF 30 dan Biore UV Aqua Rich Watery Essence SPF 50+. Keduanya ringan banget dipakai, ngga bikin minyakan apalagi whitecast. Aromanya pun ngga gengges. Jadi, buat kalian yang mungkin males pake sunscreen karena alasan-alasan kayak gitu, coba deh pakai dua jenis sunscreen yang saya sebutin tadi. Insya Allah barokah. Hehe.

Nah, dari sekian banyak step yang saya jelaskan di atas, sebetulnya masih ada satu step lagi yang harusnya dipakai tiap hari juga tapi nggak (atau belum) saya lakukan, yaitu eyecream. Sampai sekarang masih pikir-pikir mau beli The Ordinary Caffeine Solution 5% + EGCG atau Clarins Super Restorative Total Eye Concentrate. Sebagai alternatif sih saya pakai face oil dan memfokuskan pemakaian di bagian under eye. Selama masih bisa pake concealer, saya masih ngga terlalu repot mikirin kantong mata :D
 
Weekly Treatment

Dari segambreng skincare regimen yang saya lakukan tiap hari, masih aja ada beberapa hal lain yang menurut saya penting itu dilakukan secara mingguan, baik 1x seminggu, atau 2-3x.

Biasanya seminggu atau dua minggu sekali saya ekfoliasi wajah pakai St Yves Apricot Fresh Skin Scrub. Karena teksurnya yang sedikit kasar, jadi emang ngga bisa sering-sering dipake di wajah dan pemakaiannya pun harus hati-hati banget, ngga boleh ngotot ngescrub muka saking pengen kinclong. (lu pikir gosok lantai WC)

Kalau pemakaian face mask, kadang saya ganti-gantian pake sheet mask atau clay mask. Sheet mask yang saya pakai macem-macem sih, tergantung belinya (atau dapetnya) apa. Kok dapet??? Ya soalnya suka ada yang nyumbang sheet mask ke saya gitu kalo habis pulang dari Korea. Alhamdulillah oppa. Tapi yang paling saya suka produk sheet mask dari Innisfree. Ngga usah pake karena ya, nanti jadi panjang penjelasannya :)

Face mask lain yang saya pakai adalah Sukin Super Greens Detoxifying Clay Masque. Saya ngga tau lagi harus mendeskripsikan produk ini seperti apa. Currently my HG mask! Kalau lagi jerawatan atau bruntusan, insya Allah langsung mereda. Tapi masih tetep kalah sih kalo dibanding Glam Glow Youthmud Tinglexfoliate Treatment. Sempat kepikiran untuk beli Glam Glow lagi, tapi selalu sayang ama duitnya :"(
Saat ini saya lagi pake Lush Mask of Magnaminty—belinya nitip juga sama yang lagi di Jepang, hehehe. Harganya pun ssesuai sama yang tercantum di websitenya. Saya gemesh banget sih sama Lush! Produknya organik tapi ngga senarsis itu buat nge-claim dirinya organik. And those minty feeling! Pokoknya mah kalau ada mint-mintya gitu, Rahma pasti suka. Masker ini kerasa ada sedikit butiran scrubnya, tapi pas diaplikasikan ke muka, mild banget kok, ngga terlalu kasar seperti scrub mask kebanyakan.

Nah untuk pemakaian mask ini biasa saya lakukan 2-3 seminggu kalau ngga males. Malesnya soalnya emang cukup butuh effort sih ngebersihin clay mask, apalagi si Sukin ini. Kalau lagi males banget, kadang saya cuma pakai The Face Shop Jeju Volcanic Lava Peel Off Clay Mask (buset, panjang amat judulnya!). Ini super simple karena peel off, jadi ngga repot ngebersihinnya.

Demikianlah skincare regimen saya. Cukup singkat kan? :)

After all, mau pakai produk apapun untuk perawatan wajah, kalau ngga dipakai rutin, it would be just another waste of a time. You will not be seeing the result soon enough, or worst, not at all. Because, nothing beats consistency in skincare. ;)

xoxo

Koloray, Aku Rindu

by - Monday, November 02, 2015


Bener-bener nggak kerasa sudah selama ini sejak terakhir kali saya meninggalkan sebuah pulau (saya lebih senang menyebutnya “rumah”) tempat saya mengabdi, bermain, belajar selama kurang lebih dua bulan. Kenangannya terlalu kuat sehingga masih membekas sampai detik ini.

Empat bulan yang lalu, untuk pertama kalinya dalam hidup, saya menjejakkan kaki di salah satu tanah timur Indonesia, dan betapa beruntungnya saya karena tanah itu adalah Morotai (sebetulnya Manado sih-- karena pesawat sempat transit di sana, tapi anggaplah itu Morotai karena ini cerita tentang Morotai. Haha). Kesan pertama? Morotai was hot as hell! Entah karena memang panas BANGET atau karena sugesti orang-orang yang bilang kalau Morotai sangat panas, like... you’ve got seven fuckin suns right above your head. But indeed, it was hot. Really hot. My AccuWeather said that: 34 C.

Tapi rasa panas itu justru makin membakar semangat kami untuk sampai ke sebuah desa yang juga merupakan pulau yang akan menjadi rumah kami selama dua bulan, Desa (Pulau) Koloray. Pulau yang indah, sungguh. Tidak pernah terbersit sebelumnya kalau aku akan tinggal, literally tinggal, di sebuah pulau kecil yang hanya berpenghuni 200an KK, terbatas oleh berbagai macam akses, dengan iklim yang sungguh ekstrem panasnya. Tapi selama dua bulan, tempat ini lah yang mengajarkan saya betapa pentingnya menikmati segala keterbatasan yang ada, mengajarkan saya untuk hidup sederhana, menjadi sangat apa adanya-- tidak seperti kehidupan urban yang biasa saya jalani yang menuntut banyak hal dan hanya berujung pada pemenuhan nafsu sosial. Rumah ini juga mengajarkan saya bahwa kebahagiaan muncul bukan karena topeng “happy face” yang kita pakai, melainkan senyum tulus di balik topeng itu sendiri. Dan dengan segala kerendahan hati orang-orangnya, tempat ini mengajarkan saya bahwa hidup itu untuk berjuang dan kemudian mensyukurinya, mengajarkan saya bahwa what people will remember about you is not what you say but more of what you do. Karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Koloray, aku rindu. Someday I surely will come back.

Sedikit Tentang Bunga

by - Tuesday, April 14, 2015
Saya lupa kapan terakhir kali dapat bunga dari seseorang. Memang pada dasarnya saya bukan tipe wanita yang “ngidam” dikasih bunga sama cowo, sih. Pernah ada seseorang yang ngasih saya 1 tangkai mawar putih, tapi saya tolak. Di depan mukanya. Bukannya tidak suka, tapi malu. Kecuali kalau dia pacar saya, ya saya pasti dengan senang hati menerimanya. Lagian, cewe mana sih yang ngga suka dikasih bunga hahaha.

Beberapa waktu lalu ada yang mengirimkan saya satu buket bunga mawar merah. Tepat saat hari ulang tahun saya yang ke 21. Di lempar ke teras rumah pula (ngga sopan sih sebenarnya). Kebetulan si Mbak yang suka datang untuk bersih-bersih rumah yang memergoki buket bunga itu teronggok di teras.

Siapa?

Kalau saya tau mungkin saya tidak akan menulis tulisan ini. Yah, walaupun tujuan dari tulisan ini juga bukan untuk mencari siapa si pengirim bunga ini sih.

Kepada siapapun yang sudah berbaik hati memberi 1 buket bunga mawar merah dan sebuah pesan manis di hari ulang tahun saya, terima kasih :)

Morning Reflection

by - Sunday, May 18, 2014
You lose one good person in your life, but you find another ones and even better.

Your once-a-good friend thinks you are a bad person and places yourself as his/her enemy now, but you find MORE than one person who trust and appreciate you in many other ways and always think you are good.

If we notice the pattern of all things revolved in our life, Allah would never let us suffer from sorrow and hardship for long standing. He even multiples the merits you may obtain so you don't have to worry over ONE unimportant matter and feel dejected :)

Be grateful everyday and He'll open the gate of unstoppable merits to your life.

This is what happens when you don't seek for goals, a process instead.

by - Thursday, January 16, 2014
Little Budhil Rapid, Upper Progo River. (January, 2014)
Wow, akhir minggu ini kami berangkat simulasi ke Sungai Padegolan. Dengan tidak adanya minggu recovery, berarti minggu depan kami sudah akan berangkat during ke Bali, dong?
Time sure flies excessively fast. Well, enjoy while it lasts!

+

by - Tuesday, December 31, 2013
I am the biggest procrastinator I've ever known in my life.

Menulis itu tidak susah sebenarnya. Menuangkan apa yang kamu pikirkan ke dalam rangkaian kata yang syahdu dan nyaman dibaca, itu yang menurutku susah. Apalagi jika yang kamu pikirkan dan ingin kamu tuliskan sudah mengendap di dalam otak berbulan-bulan.
Basi, kan, jadinya.


(Ditulis di tengah-tengah proses TC FUD Palapsi 2014)

Being an Early Adult

by - Monday, June 10, 2013
Kadang-kadang saya bingung menjalani masa-masa 'usia tanggung' seperti sekarang ini. Mungkin 19 tahun sudah tidak bisa dibilang tanggung lagi sih. Kalau menurut psikologi perkembangan, 19 tahun termasuk dalam kategori dewasa awal. Bukan remaja tanggung yang hobinya labil kesana-kemari. Tetapi, di dalam siklus hidup saya agaknya saya belum sepenuhnya menjadi 'dewasa awal'. Yang saya tahu, adult (orang dewasa, kb.) dengan mature (dewasa, ks.) jelas berbeda. Dari arti katanya secara harafiah saja sudah berbeda, terlebih lagi 'makna' di dalamnya.

Nah, yang jadi pertanyaan, dewasa itu yang bagaimana ya? Atau lebih tepatnya, menjadi dewasa itu bagaimana ya? 

Konsep dewasa, mature, dipikiran saya simple saja; mandiri dan bertanggung jawab akan apa yang jadi pilihannya. Jika mandiri = mampu hidup sendiri, mungkin saya kalah jauh dengan sebagian besar teman kampus saya yang merantau kuliah di Jogja dan ngekost. Karena hampir 19 tahun hidup saya dihabiskan di kota tercinta ini dan ada beberapa aspek yang saya masih gantungkan kepada orang tua. Dan mungkin itu menjadi salah satu faktor mengapa saya agak susah meninggalkan rumah untuk jarak yang jauh dan waktu yang lama. Tetapi jika menyangkut hal lain, bisa jadi saya lebih mandiri dibanding mereka. Who knows?

Kemudian, bertanggung jawab. Nah, mungkin bagi saya inilah tantangan terbesar dalam menuju proses pendewasaan, bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas hal sekecil apapun. Atas uang 500 perak milik seorang teman yang mungkin kita jatuhkan di selokan, atas piring kotor yang kita pakai setelah makan, atas pembagian kerja dalam mengerjakan tugas kelompok, atas keluhan-keluhan yang kita lontarkan ke orangtua.
Intinya, apa yang kamu putuskan ataupun lakukan, be responsible.

At last, do you consider yourself as matured already? *pertanyaan intrapersonal*

Fiction (1)

by - Wednesday, May 29, 2013
It was a long pause until he turns his head to see the front door.
There’s no footsteps...
She stares at his door.
I’m waiting... I want to count every footsteps you take until you get here...
She breaks down. She buries her face with her hand on the table.
I can’t hear it... I can’t hear your footsteps anymore...
She’s alone there, crying.
I thought you’d be here by now...


Full story will be posted real soon!

Well, pretty true.

by - Thursday, May 23, 2013
”It’s hard to leave — until you leave. And then it’s the easiest goddamned thing in the world.“
Quentin Jacobsen, Paper Towns

A Common 'One Day' Story

by - Wednesday, May 01, 2013

One day, a girl wants a boy to tell her his deepest thoughts. She wants to hear that he still loves her. She wants him to ask her questions about what's been going on so she can explain to him. She realizes that if he asks questions, it means he still cares and still wants to save the relationship.
She wants to go back to the way things were and hopes that by explaining everything to him, it will clear up any misunderstanding that may have occurred during their time apart.

Some people... They just see two completely different people, trying to make a what seems impossible relationship work. But, they can't understand that love for someone defies all logic and reasoning.

Happy Mayday.
Syifana Rahma Addiyani. Powered by Blogger.